Sabtu, 07 Januari 2012

14th DAYS part III

PART III
“Kok cepet banget belajarnya?” Tanya Kak Sita. “Iya.Kan yang ngerjain orang pinter” Jawab Elisa. “Wow! Sombong deh.Hahaha, udah makan, Lis?” Tanya Kak Sita. “Udah tadi” Jawab Elisa berbohong.Ia langsung menuju kamarnya dan membaringkan tubuhnya.Kak Sita curiga dengan Elisa.Karena wajah Elisa kelihatan nggak enak banget. “Lo kenapa?” Tanya Kak Sita yang duduk di tempat tidur Elisa.Elisa hanya terdiam. “Kayaknya lagi kesel.Ayo dong cerita ke Kakak” Desak Kak Sita. “Gue nggak kenapa – kenapa” “Terus kok mukanya jelek gitu?” “Masak sih? Ooh, lagi capek aja kali, Kak” Jawab Elisa. “Yakin?” “Iya.Udahlah, Kak.Gue mau istirahat dulu” Kata Elisa. “Ya udah. Lain kali cerita ya” Kata Kak Sita.Elisa hanya terdiam.Pintu kamar Elisa tertutup.Elisa menatap jam yang ada di dinding kamarnya.Masih jam 15.00 WIB.Harusnya ia kembali dari rumah Evan pukul 16.00 WIB.Namun ia sekarang pulang lebih awal.
Elisa asyik membaca novel di ruang tamu.Ia hanya berbaring di sofa sambil membaca. “Lis, nggak makan?” Tanya Kak Sita. “Nggak.Lagi nggak laper dan nggak pengen makan” “Kenapa? Diet?” “Nggak.Nggak ada mood” “Ya udah, padahal Kakak mau makan diluar.Eh, kamu nggak laper, ya udah” “Terus Kakak nggak jadi makan? Kalo mau makan, makan aja” “Beneran?” “Iya” “Ya udah.Kakak tinggal ya. Lo nggak apa – apa sendiri di rumah?” “Nggak apa – apa.Kalo ada maling, tenang.Gue kan jago bela diri” Kata Elisa sombong. “Woooo!!! Ya udah, Kakak tinggal ya” Kata Kak Sita yang lalu pergi.Kini tinggal Elisa sendiri.Waktu terus berjalan.Tiba – tiba adaseseorang yang berdiri di pintu Elisa.Ternyata Evan. “Ngapain lo kesini?” Tanya Elisa agak ketus. “Gue mau ngasih ini” Kata Evan memberikan beberapa lembar kertas. “Apaan nih?” Tanya Elisa yang lalu mengambil lembaran kertas itu. “Tugas? Kok di kasih ke gue?” Tanya Elisa. “Iya.Itu kan tugas dikumpul besok lusa.Nah besok lusa, Gue sama Endita mau lomba” “Lomba apa?” “Fisika” “Ooh” Jawab Elisa singkat.Elisa kembali masuk.Evan menatap Elisa. “Kok lo nggak pulang?” Tanya Elisa. “Lo sendirian?” “Kalo iya kenapa kalo enggak kenapa? Urusan lo kah?” “Gue Cuma nanya. Eh, Lis.Gue mau Tanya” “Nanya apa?” “Kok kayaknya muka lo tadi kusut banget pas di rumah gue?” Pertanyaan Evan membuat Elisa terbelak. “Gu… Gue? Ooh, gara – gara Kak Faris yang dari tadi gangguin gue” Jawab Elisa berbohong. “Beneran?” “Iya” “Ooh.Ya udah.Ooh iya, gue minta maaf ya” “Soal apa?” “Kayaknya tadi gue sama Endita ngecuekin elo” “Ooh.Santai aja kali” “Lo nggak marah?” “Marah? Haha, kenapa mesti marah?” Kata Elisa sambil menaikan satu alisnya. “Yaaa siapa tau aja.Lo nggak apa – apa sendirian?” “Iya.Lo nggak usah cemas” “Cemas?” Elisa langsung terdiam. “Aduh, kenapa gue asal ceplos.Pake sok – sok dicemasin lagi.Ish, GR banget gue?!” Pikir Elisa. “Ooh… Udahlah.Mendingan lo pulang sana” Suruh Elisa. “ya udah. Gue duluan ya” Kata Evan.Elisa hanya tersenyum. “Ishh!!! Padahal gue marah banget tau nggak!!!” Teriak Elisa sambil menendang pintu. “Aww” Keluh Elisa.Evan kembali. “Lis, lo kenapa?” Tanya Evan bingung. “Ooh, nggak apa – apa kok” Jawab Elisa sambil tersenyum. “Terus, kok kayaknya tadi gue denger kayak ada yang gebrak pintu?” Tanya Evan. “Aaah, itu gue.Barusan gue kepeleset.Maklum, lantainya baru di pel.Jadi agak licin” “Terus yang teriak tadi?” “Hah? Hmm, nggak ada.Perasaan lo aja kali, Van.Udahlah, cepet pulang sana” Kata Elisa yang berdiri dan mendorong Evan keluar dari rumah Elisa. “Daaa, Evan” Kata Elisa.Ean hanya tersenyum. “Aaah, gila.Sakit banget nih kaki.Bego?! Ngapain gue pake nendang pintu?! Argh” Keluh Elisa.
Elisa sarapan dengan Kak Sita pagi ini sebelum berangkat. “Lis, gimana Evan? Sejauh ini seru kan orangnya?” Tanya Kak Sita. “Evan? Biasa aja.Emang kenapa?” Tanya Elisa bingung. “Nggak kenapa – kenapa.Sebenarnya, Evan pindah sekolah itu Cuma pengen ngikutin kamu” “Hah? Ngapain?” “Katanya sih, dia awasin kamu sampai kamu bener – bener pinter” “Yang bener?” Tanya Elisa sambil tersenyum.“Iya.Tapi Kakak nggak tau alasan lainnya.Yang paling inti itu.Tapi itu sih juga karena suruhan Kakak” “Ooh.Kirain kemauan sendiri” Kata Elisa yang kembali dingin. “Hmm, Kakak rasa, kayaknya dari awal, dia suka sama kamu” “Apa? Nggak mungkin” “Kenapa?” “Aaah, udahlah.Nggak usah ngomongin Evan lagi” Kata Elisa.Kak Sita hanya terdiam. “Ya udah, Kak.Gue berangkat duluan.Takut telat” Kata Elisa yang lalu segera berangkat.Padahal ini masih jam 06.30 WIB.Elisa berjalan menelusuri jalan setapak menuju sekolah.Hawa dingin pagi menusuk tubuhnya. “Lis!” Panggil Evan yang mengendarai mobil.Elisa segera menoleh. “Mau bareng?” Tanya Evan.Elisa menengok ke sebelah Evan.Ternyata Endita. “Iya, Lis.Dari pada lo jalan sendirian” Kata Endita. “Nggak deh.Gue lagi pengen jalan” Kata Elisa. “Ayolah, Lis.Ini kesempatan.Jarang kan kita berangkat bertiga” Kata Endita. “Iya, Lis” Kata Evan. “Nggak.Kalian duluan aja.Sekolah kan udah deket.Masa’ gue harus nebeng kalian sih?!” “Kenapa enggak selagi iya.Ayolah, Lis” Pinta Endita. “Nggak.Kalian duluan aja” Kata Elisa. “Aah,  Elisa.Beneran?” Tanya Evan.Elisa hanya mengangguk. “Ya udah.Kita duluan ya, Lis” Kata Evan yang lalu melajukan mobilnya. “Aaah. Pasti selalu berdua.Kalo nggak ada Endita, gue nggak bakalan nolak ikut Evan” Keluh Elisa.
Endita mengikuti Elisa kemana Elisa pergi. “Ngapain sih lo ngikutin gue?” Tanya Elisa heran. “Nggak kenapa – kenapa” Jawab Endita sambil tersenyum. “Terus? Masa’ ampe gue ke kamar mandi lo ikutin?” Tanya Elisa. “Lis, kalo lo suka sama orang, yang lo lakuin apa?” Tanya Endita. “Gue? Hmm, apa ya… Mungkin cari tau apa kesukaannya.Tapi itu menurut film atau Ftv yang sering tonton.Kalo gue sih, langsung cari tau siapa yang disukain sama tuh cowok” Jawab Elisa. “Oooh.Gitu.Terus apa lagi?” “Yaaa, kalo dia nggak mau kasih tau ya udah.Pokoknya dia suka sama siapa, yang penting gue langsung nyatain perasaan gue” “Kalo dia suka lo?” “Yaaa, tergantung.Dia nembak, gue terima.Dia nggak nembak, sahabatan aja kenapa?!” Jawab Elisa. “Ooh.Thanks, say” Kata Endita sambil tersenyum.Endita pun langsung pergi. “Iiih, kenapa lagi tuh anak.Jangan – jangan, dia suka Evan lagi.Bahaya!” Cetus Elisa.
PART IV
“Van. Gue mau Tanya sesuatu.Boleh nggak?” Tanya Endita. “Apa?” Tanya Evan. “Cewek type lo kayak apa sih?” Tanya Endita. “Simple aja.Nggak berlebihan” Jawab Evan. “Ooh.Polos dong?” “Nggak juga.Gue juga nggak terlalu suka cewek yang terlalu polos.Yang biasa aja” “Hmm, pinter, masuk katagori lo?” Tanya Endita. “Pastinya” “Yes.Berarti gue banget.Simple, nggak berlebihan, pinter, nggak terlalu polos” Pikir Endita sambil tersenyum. “Ooh. Kalo boleh tau, simple, nggak berlebihan, biasa aja dan pintar itu kayak siapa sih?” Tanya Endita. “Emang kenapa?” “Nggak.Gue Cuma pengen tau aja” “Kayak siapa yaa? Aaah, gue nggak enak ngomongnya nih, Dit” Kata Evan sambil tersenyum. “Ngomong aja” “Beneran? Gue bener – bener nggak enak.Apa lagi ngomong sama lo” Kata Evan. “Waah, bener kan.Evan suka sama gue” Pikir Endita. “Nggak apa – apa, Van” Kata Endita. “Ya udah.Satu contoh ya? Contohnya kayak Elisa” “Elisa?” Tanya Endita terbelak. “Iya.Elisa orangnya simple.Apa lagi pas pertama kali gue ketemu dia.Orangnya lucu.Udah gitu, enak banget diajak ngobrol” Kata Evan sambil tersenyum. “Tapi Elisa kan nggak pinter.Kata lo, pinter adalah katagori lo” Kata Endita. “Iya.Dulu dia emang nggak pinter.Tapi kan udah gue tuntut.Sekarang dia jadi pinter.So, kenapa enggak?” Kata Evan.Endita hanya terdiam. “Menurut lo, Elisa suka gue nggak? Terus, kalo gue nembak dia, kira – kira diterima nggak?” Tanya Evan. “Gue nggak tau.Udah ah, gue mau ke perpus.Ada buku yang belum gue ambil” Kata Endita yang lalu pergi. “Kok pergi? Padahal dia belum jawab pertanyaan gue” Cetus Evan.Endita duduk diantara rak – rak buku di perpustakaan.Ia menangis.Ia kecewa.Entahlah, kenapa Evan lebih memilih Elisa dibandingkan dengan dirinya.  “Dit” Panggil Elisa. “Endita?” Tanya Elisa.Elisa langsung duduk disebelah Endita. “Lo kenapa?” Tanya Elisa.Endita hanya terdiam. “Dit, cerita ke gue” Kata Elisa. “Evan nggak suka sama gue” Kata Endita. “Tuh kan bener” Pikir Elisa. “Terus?” Tanya Elisa. “Dia suka sama lo” Kata Endita. “Nggak mungkin, Dit.Pasti dia lebih milih elo.Elo kan segalanya” “Meski pun gue punya segalanya, meski gue pinter, gue tajir, gue polos atau gue apa, tapi gue nggak bisa dapetin rasanya Evan, Lis” Kata Endita.Elisa terdiam sambil mengelus punggung Endita. “Ya udah.Itu kan bukan salah Evan.Lagi pula, kan banyak cowok yang lebih dari Evan, Dit” “Tapi gue udah suka sama Evan.Evan terlalu baik ke gue.Dia perhatian.Dia care.Dia type cowok gue” Kata Endita keras kepala. “Yaaa, emang susah sih kalo udah nemu type orang yang kita suka, tapi orang itu suka sama orang lain.Harus gimana lagi? Kita kan nggak bisa maksa, Dit” “Lis, bantu gue.Karena elo cewek yang disukain Evan, buat Evan suka gue” Kata Endita. “Apa?” “Lo kan sahabat gue.Please banget, Lis.Gue pengen Evan jadian sama gue.Tolong banget” Kata Endita.Elisa hanya terdiam berpikir.
“Lis, pulang bareng gue yuk” Ajak Evan.Elisa terpaksa ikut Evan.Sekalian harus ngejelasin gimana oerasaan Endita. “Lis, gue laper.Makan diluar gimana?” Tanya Evan. “Ya ya ya, terserah lo aja deh” Kata Elisa.Evan terdiam dan fokus menyetir.Evan dan Elisa berhenti di sebuah restaurant.Mereka memesan makanan dan akhirnya makanan yang di pesan pun datang. “Van” Kata Elisa. “Kenapa?” Tanya Evan. “Tadi, Endita nyamperin elo?” “Hmm, iya” “Dia Tanya apa ke elo?” “Type cewek gue” “Ooh.Lo jawab apa?” “Type gue yang simple aja” “Ooh” “Emang kenapa?” “Nggak.Simple, berarti Endita dong?” Tanya Elisa pura – pura nggak tau. “Endita? Jelas bukan.Kayaknya Endita type orang yang ribet” “Maksudnya ribet?” “Dia keras kepala.Dia maunya sendiri.Istilahnya, semua harus jadi milik dia” Kata Evan. “Ooh.Tapi nggak gitu juga.Endita orangnya baik kok” Kata Elisa. “Iya.Gue tau.Tapi dia bukan type gue” Kata Evan.Elisa terdiam. “Aduh, gimana cara ngeyakinin Evan? Ini susah banget.Endita emang keras kepala.Bukan kayaknya lagi” Pikir Elisa. “Kenapa sih? Kok lo nanya – nanya gituan?” Tanya Evan. “Nggak apa – apa sih.Iseng aja” Jawab Elisa. “Lis, gue mau…” “Eh, Van.Tunggu bentar ya.Gue mau ke kamar mandi” Kata Elisa yang lalu pergi.Evan tak jadi mengatakan rasanya.5 menit kemudian Elisa kembali. “Lis” “Apa?” “Boleh tau nggak, type cowok lo?” “Kenapa lo nanya – nanya?” “Kan lo tadi udah nanya gue” “Ooh. Simple.Nggak ribet.Dingin, pinter, care, semuanya dan jangan nyebelin” Kata Elisa. “Ooh” “Lagi satu, pastinya harus setia” Kata Elisa. “Lo mau nggak jadi cewek gue?” Tanya Evan.Tubuh Elisa langsung kaku. “Van, udah siang.Mendingan pulang sekarang yuk.Gue ngantuk + capek” Kata Elisa.Evan pun mengantarkan Elisa pulang. “Lis, gimana jawabannya?” Tanya Evan. “Hmm, kasih waktu gue 14 hari lagi” Jawab Elisa. “Tapi..” “Kalo lo nggak mau, ya udah” Kata Elisa. “Ya udah.Gue bakalan tunggu 14 hari lagi” Kata Evan.
Hari – hari berlalu.Ini sudah hari ke-13.Besok adalah jawab Elisa.Hari ini, hari ke-14.Tetap tanggal 14 April.Evan menunggu jawab Elisa.Tapi disaat yang sama, Endita memberanikan diri untuk menembak Evan. “Van, apa gunanya 14 hari kalo Elisa nggak nerima?” Tanya Endita.Evan hanya terdiam. “Gue nggak tau lagi.Tapi emang kalo lo mau terima gue, langsung terima.Kalo enggak, gue nggak bakalan maksa lagi” Kata Endita. “Iya. Gue terima lo” Kata EvanEndita tersenyum.Elisa segera berlari ke sebuah halaman belakang sekolah.Disana suasananya sepi.Elisa menangis.Ia sudah tak tahan menahan air matanya.Hatinya kacau.Ia rela hatinya sakit demi Endita, Sahabatnya.Entahlah, rasanya Elisa selalu mengalah.Evan datang menghapiri Elisa. “Gue tau, lo ngalah sama Endita kan?” Tanya Evan.Elisa terkejut.Ia segera menghapus air matanya. “Wajah lo nggak bisa dibohongin.Jujur, gue kecewa banget sama lo, Lis” Kata Evan.Elisa hanya menunduk.Angin sepoi meniup mereka. “Gue bingung, Van.Gue selalu serba salah.Gue juga nggak bakal mungkin nerima lo.Endita suka sama lo” Kata Elisa. “Gue tau.Apa lo harus selalu ngalah sama Endita? Gue tau lo sahabat lama sama Endita” Kata Evan.Elisa hanya terdiam. “Udahlah.Gue nggak bakal marah sama lo.Tapi, jangan ulangi hal itu lagi.Kalo semua cowok lo gituin, semua pasti bakalan benci ke elo” Kata Evan.Elisa hanya terdiam.
Setahun berlalu.Hari ini, tak terasa.Waktunya seperti sangat cepat.Hari ini adalah perpisahan seluruh anak SMA diseluruh Indonesia.Begitu pun dengan Evan dan Endita.Mereka udah putus.“Lis!” Panggil Endita.Elisa menoleh. “Gimana nilai lo?” Tanya Endita girang. “Alhamdulillah bagus bagus semua, Dit.Lo sendiri?” Tanya Elisa. “Iya.Gue juga sama.Kita lulus, Lis!!!” Kata Endita. “Iya! Waah, nggak terasa ya, kita udah lulus.Lo mau lanjut dimana, Dit?” “Mungkin gue masih tetep di Jakarta.Lo sendiri?” Tanya Endita. “Gue harus ikut Papa ke Australia.Jadi gue pindah dan harus sekolah disana, Dit” “Yaahh, Elisa.Kenapa lo mesti pindah Negara?” “Harus gimana lagi, Dit? Tapi gue janji, kalo ada waktu, gue bakal balik kesini lagi” Jawab Elisa sambil tersenyum. “Elisaaaa” Kata Endita.Endita lalu memeluk erat Elisa. “Hei! Kalian berpelukan nggak ngajakin gue?” Tanya Evan. “Evan” Cetus Elisa. “Eeh, gue kuliah di Jakarta.Kalian berdua tetep disini kan? Jadi kita kan bisa selalu bertiga” Kata Evan. “Nggak, Van.Gue di Australia” Jawab Elisa. “Elisa.Lo yakin?” “Iya.Gue yakin.Sorry guys” “Elisa.Jangan pindah.Please” Kata Endita. “Nggak bisa, Dit.Gue tinggal dimana kalo nggak disini? Papa gue juga yang nyuruh gue tinggal disana” Jawab Elisa. “Elisaaaa, hugs” Kata Endita.Elisa memeluk Endita lagi.
“Lis. 14 hari yang waktu itu kan udah nggak berlaku.Gue boleh minta sesuatu?” “Apa?” “Lo mau jadi cewek gue kan sekarang?” “Hmm… Tunggu 14 hari lagi” Kata Elisa. “Nggak! Gue nggak mau.Sekarang 14 detik. Gimana?” Tanya Evan. “Oke.Hmm…” “satu, dua, tiga, empat…” “Iya gue mau” Kata Elisa sambil tersenyum.Evan tersenyum. “Yeah!!! Akhirnya kita jadian juga.Tanpa ada yang ganggu!” Kata Evan. “Tapi…” “Tapi apa?” “Lo bisa pacaran jarak jauh sama gue?” Tanya Elisa.Evan terdiam. “Gue nggak yakin” Jawab Evan. “Ya udah.Kalo lo nggak bisa, 14 detik lagi kita putus” Kata Elisa. Jangan! Hmm, gue… Gue coba deh” Kata Evan.Elisa tersenyum. “Eeh, kalo emang hubungan kita masih bertahan, setelah lo pulang dari Australia, gue janji, gue bakalan cari lo.Tapi, lo harus tunggu gue dulu selama 14 hari” Kata Evan. “Kenapa harus 14 hari? 14 hari itu kenangan.Udahlah, jangan Tanya kenapa.Gue mau lo nunggu gue selama 14 hari.Gimana?” Tanya Evan. “Kalo selama 14 hari lo nggak nemuin gue?” Tanya Elisa asal ceplos. “Hmm, lo boleh cari gue deh” Jawab Evan. “Hmm, nggak mau.Pokoknya lo yang cari gue!” Kata Elisa. “Iya deh iya” Kata Evan tersenyum sambil mengelus rambut Elisa.
Hari ini adalah keberangkatan Elisa ke Australia. “Lis, jangan lupain gue” Kata Endita. “Iya.Jangan lupain gue juga, Lis” Kata Evan. “Sip. Kalian juga jangan lupain gue ya” Kata Elisa.Elisa menatap Evan.Elisa ingin mengeluarkan air matanya.Namun tak bisa. “Van, bisa ikut gue sebentar?” Tanya Elisa. “Kemana?” Tanya Evan.Elisa langsung menarik tangan Evan. “Van, gue… Ada yang pengen gue omongin” “Apa?” “Gue…” “Elisa!!!” Panggil Kak Sita.Elisa menoleh. “Ayo buruan! Ntar lagi berangkat” Kata Kak Sita. “Lo mau ngomong apa, Lis?” Tanya Evan. “Nggak jadi deh.Gue udah buru – buru” Kata Elisa yang lalu berlari.
To be continued ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar